Ini pengalaman pertama saya. Dan semoga akan segera ada yang kedua, ketiga, dan ke-n kali yang tak terhingga.
Baitullah.
Ada dalam tekad saya di suatu malam di bulan Ramadhan tahun lalu.
Waktu itu, Ramadhan 2018.
Saya ingat sekali, di Masjid kecil persis di belakang kosan saya di Benhil, ada khutbah Tarawih. Pak Ustadz menyeru untuk lafalkan dan niatkan sungguh-sungguh jika memang ingin berkunjung ke Ka’bah. Minta aja sama Allah, dan ga boleh ragu. Nah di titik itu pertama kalinya saya berujar dan bertekad :
Saya mau kesitu, sama Bapak dan Ibu.
Besoknya saya mulai buka tabungan, mengumpulkan receh demi receh. Kalau pakai hitungan akal sehat saya waktu itu, buat pergi 3 orang sih butuh waktu lumayan lama. Tapi gak apa-apa, niat aja dulu.
Dan, bener deh, hitungan manusia gak ada apa-apanya dibanding sama hitungan Allah. Allah yang bantu.
Satu lemparan waktu kemudian, kami berkumpul di Baitulllah. Bersama Bapak, Ibu, ditambah Bang Ib yang tiba-tiba datang kasih kejutan ke Mekkah. Rasanya nikmat ga terhingga, dari pagi ketemu pagi dampingin Ibu tawaf dan mengecup Ka’bah, sholat di Raudhah, berdesakan di Hijr Ismail, dan airmata yang ambyar ketika kami melantun doa-doa tepat di depan Multazam.
Saya ga bisa banyak cerita, tapi saya akan selalu ingat, sepertiga malam yang kami habiskan dengan berjalan kaki dari Hotel menuju Masjidil Haram, dan segala ritual diantaranya. Menyaksikan Ibu dan Bapak yang berlama-lama memandang Ka’bah; sungguh gak ada yang lebih menenteramkan daripada itu.O Allah, we can never count Your Blessings.
So which of the favors of your Lord would you deny?
Tebet, 16 Januari, lagi hujan.
One Comment Add yours