Ibu kota lagi semarak dengan warna-warni. Setiap sudut yang bisa terlihat orang, semuanya bisa jadi peluang buat “diduitin”. Mulai dari baliho atau spanduk yang level kampanye “Pemimpin Masa Depan”, sampai billboard berisikan babang Hamish, Mbak Raisa, atau Bu Dian Sastro sepanjang jalan. Nyatanya, itu tadi cuma 2 dari 999 tools media yang meramaikan jagat J-Town.

Sebagai marcomm yang tugasnya ngabis-ngabisin duit (yang pas-pasan), email dan meja saya ada kalanya penuh dengan proposal dari penjaja iklan-iklan ini. Dulu, memangnya ada orang pasang iklan di pintu toilet? Sekarang ada. Ada nih proposalnya.
Salah satu yang paling menjamur sekarang adalah ngiklan di Media Bergerak. Mulai dari gagang tangan di Commuter Line, lapis kepala di dudukan pesawat, area buka kabin, kursi supir Taksi, kaca belakang mobil, body Bus, angkot, bahkan yang terbaru…. LED di sepeda motor.
Motor, guys. Motor! Dulu mungkin kita gak pernah kepikiran, motor roda dua bisa jadi iklan berjalan. Dulu pengguna motor memungsikan motornya hanya untuk moda transportasi, sekarang bisa cuma-cuma dapat duit setiap bulannya cuma dengan bersedia dipasangkan sesuatu di belakangnya. Rugi? Ya jelas engga, dong. Si pengendara motor cuma tinggal terima beres. Semua materi, pemasangan, dll diurus oleh pengiklan atau agennya.
Sementara itu, satu mobil dengan mengorbankan kaca belakangnya saja, sebulan bisa mengantongi 500.000 untuk rata-rata berjalan 1000 km. Kalau bagian kiri dan kanan juga bersedia ditempeli materi iklan, tambah lagi @500.000 setiap sisinya. Nah loh, mobil saja si benda mati udah bisa menghasilkan 1.5 juta setiap bulannya tanpa effort apapun. Sementara, pajak iklan dan lainnya semua ditanggung pengiklan. Sebagai perbandingan, satu unit Bus Damri, biayanya 28-50 juta sebulan. 1 Unit Body Li*n Air, pasang harga 7.8M untuk 1.5 tahun. Dan seterusnya.

Ini menunjukkan, bahwa betapa makin hari kebutuhan orang untuk memperkenalkan produk atau campaign-nya makin tinggi. Menunjukkan pula, betapa atensi dari kepala-kepala kita ini terbilang mahal. Nengok sekelebat saja, bisa disebut 1 impression. Padahal belum tentu juga kita ngeh. Ya untuk itu namanya impression. Kalau sudah ngeh, sebutannya berubah jadi engagement. Belum lagi kalau misal materi iklannya viral, impression-nya bisa masuk hitungan ribuan kali lipat dari target impresi sebelumnya.
Saya masih ingat, bagaimana beberapa tahun lalu, Tok*pedia ‘menghijaukan’ satu kota. Nyaris semua angkot disapu. Spanduk, baliho tak berujung bergambar Chelsea Islan di sepanjang jalan. Hasilnya? Ya Tok*pedia kemudian sukses dikenang, diingat, dan cukup Top Of Mind begitu melihat background hijau dengan font berwarna putihnya.
Jadi kalau sekarang ada yang tanya, “ih kok pasang begituan di angkot?”
Yha udah bisa jawab ya :)) Pasang di angkot aja juga udah mahal kok :” Tapi bisa jadi murah, kalau iklannya dishare alias viral. Terimakasih sudah bantu-bantu bikin murah yha :))))
—
Kamis, 22.50 waktu setempat.
Ditulis selagi leyeh-leyeh.