Legitnya Dieng Culture Festival 2016

Ungkapan “Jazz Atas Awan” begitu legit buat didengar, ditulis, dan dijadikan alasan untuk sejenak mengambil cuti, pesan tiket kereta, dan meluncur ke panggung utama. Kalau kata anak kekinian : kuy!

Agustus 2016.

Waktu itu, tepat tanggal 5-7 Agustus, Dieng Culture Festival (2016) digelar. Saya, jadi satu dari 100.000 lebih pengunjung yang memadati Negeri Atas Awan itu. As a kind of 9-6 person, alias buruh kantor, jadilah kami memilih jalan ga repot untuk tetap bisa menikmati Jazz bertajuk di Atas Awan. Kami ikutan Open Trip! Murah meriah, dan ga ribet mesti siapin ini-itu.

Day 1 .

Hari pertama, begitu masuk ke wilayah Wonosobo, kami diajak berhenti sejenak di pinggir jalan, yang belakangan baru kami tahu bahwa itu adalah Gardu Pandang. Aroma gunung-nya udah berasa!

Setelah check in penginapan, tiba waktunya mengunjungi objek wisata wajib Telaga Warna dan kawan-kawannya.

Malam hari, acara bebas. Penginapan kami yang notabene dekat dengan kawasan Candi Arjuna (lokasi pusat acara), bikin kami-kami ini yang pendatang bisa menjangkaunya hanya dengan jalan kaki. Selama…. setengah jam. Gak lama kok itu. Dan ga akan cape.

Cobaan terberat, justru datang dari suhu. Sampai-sampai, kami yang sebetulnya nonton konser, lebih mirip tukang ronda, dengan 3 lapis baju + jaket, syal, kupluk, plus sarung tangan.

Konser di hari pertama ini dimeriahkan oleh band-band indie dan pengisi acara setempat. Cukup memanaskan suhu tubuh di malam itu!

Oh ya! Di jalan menuju pulang yang super gelap, gue senang sekali karena bisa bereksperimen motret bintang! Hasilnya? Failed semua sih.

Day 2

Hari kedua, sekitar jam 3 pagi, dan tentu saja belum mandi, saya dan Umil (yang lain tidur), menguat-nguatkan diri untuk melepas selimut, merayu gigi yang gemerutuk saking dinginnya,  demi mendaki Sikunir. Menyambut GOLDEN SUNRISE. Kedengeran keren gak? 😀

Ini kali kedua saya menanjak Sikunir. Setelah sebelumnya pernah dengan Teman Sepermainan yang pernah saya tulis disini.

Dalam gelap, diantara udara yang kami hirup, dan pada dingin yang kami peluk, hati gue meloncat-loncat. Sulit digambarkan. Tapi sungguh menghangatkan! Kami menunai Subuh, tepat di Puncak Sikunir.

Menyambut Golden Sunrise, semua kepala menyemut di titik-titik puncak. Semua orang menunggu matahari-Mu, Oh Allah. Saya abadikan punduk-punduk yang merindukan matahari terbit itu. Indah sekali. Kalau ada diantara kamu yang ada disitu, foto ini untukmu. Saya rekamkan.

DSCF2149

Siangnya, kami diajak berputar-putar di sekitar kawasan Dieng. Ada satu hal yang menjadi highlight saya saat itu. Tentang Langka yang Tereskploitasi. Tidak satu-dua; tapi begitu jamak burung-burung Hantu dijadikan bahan tontonan, bahan jualan. Di lain kesempatan saya akan sempatkan buat 1 postingan untuk menceritakan ini. Apa yang sesungguhnya kami lihat saat itu.

Hari itu, kami tutup dengan sederhana yang indah. Menyanyi-nyanyi. Merekam. Bertepuk riang. Menikmati jajanan. Dan : melewati Malam Lampion. Baru sekali seumur hidup saya lihat langsung yang beginian.

Saya pernah buat video singkatnya di Instagram. Silakan klik disini.

Day 3

Hari Ketiga, kami diajak menyaksikan rangkaian ritual Potong Rambut Gembel. Sekaligus, menutup perjalanan ini.

Saya, kami, lepas dari kekecewaan pada organizer trip yang menaungi kami saat itu, berterima kasih yang amat tulus; untuk kebesaran hati warga Dieng, yang memperkenankan kami mampir di Negeri Atas Awan-nya. Juga untuk semua kepala yang saat itu hadir memuncaki Dieng, terimakasih untuk bersama-samanya.

Walaupun tak saling kenal, setidaknya kita menginjak tanah yang sama; di bawah langit yang sama, bernyanyi dan tertawa di lagu yang sama. 🙂

Sampai bertemu lagi ya.

Leave a comment