Kalau aku tak salah ingat, umurku lima tahun. Saat pertama kali aku mengeja alif-ba’-ta dengan tertata. Kurasa umurku 5 tahun. Massa-massa lepas Mahgrib yang tak pernah alfa dengan sebuah Juz Amma dan seseorang di sebelah kananku. Teman tidurku. Juru masakku. Fotografer yang suka sekali mengambil gambarku. Aku tinggal dengannya berdua. Hampir setahun tanpa Ibu.
—
Toko Tjipta
Aku melihat dari luar kaca.. Tak habis kagum dengan sebuah robot mainan berwarna merah
Aku selalu ingin ikut ayah keluar naik Vespa, apalagi kalau ke toko Tjipta
Sambil terus kukagumi sang robot dalam kaca
Aku akan selalu deg-degan setiap memasuki tokonya
Takut-takut ada anak lain yang lebih dulu membawanya pulang
‘Nana pengen itu?’
Aku mengangguk cepat
Kalau tak ditanya, sampai kapanpun aku pasti tak bilang
‘Nanti ya.. Ayah nabung dulu ..’
Aku menggaruk kepala, baiklah –
Kau tau? Ayahku tak pernah bohong..
((Hingga kini robotnya masih kusimpan. Walau sudah tak bisa jalan))
—
Suatu siang di TK Aisyah, Ayah tak muncul-muncul menjemput
Satu-satu temanku sudah habis pulang ke rumah masing-masing
Aku ditunggui Bik Pik, penjaga TK yang tinggal disitu
Satu jam, dua jam..
Sampai akhirnya sebuah motor merapat
Cepat-cepat orang itu hampiri Bik Pik, katanya disuruh menjemputku
Jadilah dengan meringis terpaksa, aku pulang dengan orang tak dikenal itu
Dia utusan Ayah, katanya Ayah ada urusan mendadak di kantor
Untungnya aku selamat sampai di rumah. Tapi terus menyimpan ketakutan sampai Ayah benar-benar pulang.
“Besok dan seterusnya… Na ga akan liat orang lain jemput selain Ayah”, katanya sambil mengusap-usap kepalaku.
Kau tau? Ayahku tak pernah bohong..
((Sejak saat itu tak pernah alfa aku melihat Ayah dan vespanya, tak pernah terlambat barang semenit))
—
Suatu pagi
Aku terbangun sambil berteriak keras sambil menangis. Mimpi Ibu
Cepat-cepat ayah yang sedang minum kopi menghampiri
Lalu memeluk.
“Nih…. Tinggal segini hari…”, melihatkan empat jarinya sambil terkekeh geli
“Nanti na itung sendiri, besok tinggal segini, besoknya lagi tinggal segini”, Ayah memain-mainkan jarinya melipat satu-satu.
Aku berhenti menangis, baiklah –
Kau tau? Ayahku tak pernah bohong..
((Empat hari kemudian aku diajak naik Bis menemui Ibu))
—
2010.
Ayah adalah penenang terhebat. Saat aku tak lolos seleksi universitas impianku. Kata-kata Ayah yang satu-satunya kudengarkan..
Kau tau kenapa? Karena Ayahku tak pernah bohong..
—
Waktu aku akan berjuang, aku selalu bingung dengan kemudahan yang tiba-tiba ada
Ternyata dia adalah tengadah dari doa-doa di sepertiga malamnya
Dialah pria yang puluhan tahun tak pernah jemu
Tak sekalipun tinggalkan kami tanpa bahu
Belakangan ini keras sekali kepalaku berpikir
Ketakutan yang makin menjadi
Seperti bola salju. Menari-nari dalam gumpalan putih
Aku takut habis waktuku
Aku takut terbayang akan datang massa itu
Ayah….
—-
NP : Yang Terbaik Bagimu – Ada Band
Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu
Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak
Reff:Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi semua maumu
Andaikan detik itu kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati

Me loves these…
LikeLike
kok sedih na.. 😦
LikeLike