Bismillah. Semoga bukan jadi tulisan yang frontal. (sengaja awalnya begini :p)
Banyak hal di bumi ini yang disamapadankan. Mereka terlihat sama, tapi -ah ayolah- sebenarnya tidak sama sekali.
Kau tau, -atau pernahkah mencari tau-, mengapa ada kata ‘house’ dan ‘home’ , padahal artinya sama? Betul, rumah. Tapi saya yakin, kita-kita ini ahli sekali kapan pakai kata house, kapan pakai kata home.
Kau tau, -atau pernahkah mencari tau-, mengapa ada kata ‘evening’ dan ‘night’ , padahal artinya sama? Dialah malam. Tapi ya kita-kita ini, lebih dari cerdas kapan memilah dua kata itu, untuk sekedar bilang ‘good evening’ atau ‘good night’ .
Kau tau, –atau pernahkah mencari tau-, mengapa ada kata ‘mengajar’ dan ‘mendidik’? Padahal kita sama-sama sepakat, keduanya adalah perkara berbagi ilmu. Tapi rasa-rasanya, para pendidik tahu betul, harus ia korbankan waktu dan hatinya untuk perkara ini.
Dan apa kau tau, -atau pernahkah mencari tau-, mengapa ada kata ‘pimpinan’ dan ‘pemimpin’. Padahal mereka merujuk pada sebuah sebutan. Ketua. Tapi sebagian kita-kita ini, bisa merasa, mana yang perlu disebut pimpinan, atau di‘sembah’ sebagai pemimpin.
—
House, can be a place where you live. But home, where you belong. House adalah tentang benda. Tapi home, adalah tentang semua hal ‘tempat hatimu pulang’.
Sementara evening dan night, adalah perkara periode waktu. Perkara awal bertemu, atau akhir perpisahan. Pun soal greetings.
Mengajar, cukup di suatu periode waktu. Tapi mendidik, butuh sabar dan ikhlas seumur hidup. Ia mutlak butuh hati. Seorang Ayah bisa saja ‘mengajar’ anaknya mengaji, tapi untuk mendidiknya menjadi anak yang sholeh di kemudian hari, tentu adalah PR besar seumur hidupnya.
Sementara, di setiap organisasi, perusahaan, lembaga kemahasiswaan, atau kelas, mesti punya kepala. Strukur organisasinya, akan dengan jelas merujuk silsilah pimpinan. Oh, ini pengurus anu. Oh, ini pengurus itu. Oh ini ketua tertingginya. Itu pimpinan.
Pimpinan adalah perkara jabatan.. *sstt ini sok-tahu saya saja ya jangan bilang-bilang
Sedang pemimpin, ibarat imam yang didengar katanya, yang disegani lakunya. Yang dia bimbing ‘anak’nya, layaknya imam pada makmumnya.
Kalau kelas atau kelompokmu berantakan? Mungkin saja kau cuma punya pimpinan. Bukan pemimpin.
Kalau organisasimu penuh suara-suara miring di belakang? Pasti ada yang salah dengannya. Bisa jadi itu massanya, kau butuh tangan ‘pemimpin’-mu. Bukan lagi pimpinanmu.
Lalu, kalau negaramu yang ‘kaya’ masih saja ‘miskin’? Yakinlah, kita hanya berhasil memilih pimpinan. Bukan pemimpin.
Lalu, kalau negaramu yang ‘kaya’ masih saja ‘miskin’? Yakinlah, kita hanya berhasil memilih pimpinan. Bukan pemimpin.
Jadi? Yuk kita senyum. ^-^
Tapi setelah senyum, jangan lupa gerak. Perubahan nggak harus selalu dimulai dari dia, kepala yang tertinggi. Mungkin kita bisa buat perubahan kecil, sebagai sayapnya. Kan, bisa mengepakkan, lalu mengudara. Hihi :))
Kalau kata si Zul, hal yang sering terlupa dari maaf dan memaafkan, adalah : Have we change? Have we learn?
Anyway, kalimat pembuka di atas sebenarnya cuma pancingan :p
Senyum ^-^

ratnaaa… frontaall. hahahaha
LikeLike
Have we change? Have we learn? Yea, we have to change, we have to learn more and moore! Selamat lebaran na ^^
LikeLike
gw gak ngerti naa hahahah
LikeLike
Selamat lebaran juga Hadiyansyaaah ^_^
Salam sama Mahameru ^_^
LikeLike
hishhh giliran postingan gini aja seneng lo ril –“
LikeLike
frontal hapanyah zull haha.. skeptis sih lo ah :p
LikeLike