Tidak ada hal yang lebih menyenangkan bagi anak rantau, selain ritual Pulang Kampung. Iya, karena kampung halaman selalu punya tempat menebus rindu, juga mendengar cerita.
Ini kepingan kecil yang terlewatkan selama saya di Bogor. Ceritanya berawal sebuah jalan-jalan sore bareng ibu di hari Rabu kemarin. Di perjalanan yang ditempuh kaki ini, melintasilah kita sebuah Polres.
“Nah disini nih, Na. Pak Langit (bukan nama sebenarnya) ditahan”, kisah si Ibu memulai. Meluncurlah kemudian berbagai cerita. Saya cuma bisa ber ‘hah-hah’ ria, sambil sesekali melongo. Flashback ke beberapa tahun lalu. Suatu hari di tahun 2000-an, berdirilah di depan SD saya, sebuah bangunan super besar, dengan halaman super luas. Luasnya bisa dua kali luas bangunan SD, ditambah kantin dan parkirnya. Adalah rumah jabatan Bupati, bangunan gagah itu.
Dan Pak Langit adalah mantan Bupati yang mendiami si rumah gagah. Seingat saya, dari jaman baheula, bupati yang memimpin ya itu lagi, itu lagi. Nah baru di periode kemarin ini, massa jabatannya habis. Pilkada pun digelar.
Enggan kalah sama silsilah kerajaan jaman dulu, anak si Bapak pun didaulat buat jadi penerus :’) Melajulah doi ke gelaran Pilkada.
Bersamanya, maju juga beberapa kandidat lain. Ini bagian inti ceritanya. Tentang lucunya cara-cara mendulang suara =)
Sebutlah anak Pak Langit namanya Pak Mendung. Doi menggelar rentetan pesta mengundang warga se-Kabupaten untuk makan-makan gratis di rumahnya =) Si ibu aktif ke pengajian, walaupun bukan dari agama yang sama. Aktif ke berbagai kegiatan sosial, jalan-jalan santai massal, memberi bantuan ini itu, dan sebagainya.
Calon lain, sebut saja namanya Pak Awan. Katanya, beliau berasal dari golongan kaya. Mobilnya banyak. Nah, salah satu programnya, adalah meminjamkan kendaraan secara gratis ke masyarakat. Misalnya, SD X akan mengadakan tamasya (sejenis study tour) ke suatu tempat, nah Pak Awan akan dengan senang hati menyiapkan sejumlah bis yang dibutuhkan. Haha, super wow saya pikir. Kebayang kalau semua orang yang butuh kendaraan dipinjamkan :p
Next calon, ternyata lebih hebat lagi. Sebutlah namanya Bu Fullana. Si Ibu yang katanya termasuk warga pendatang ini, rajin berkunjung ke berbagai majelis dan memberi bantuan dengan nominal yang sama sekali nggak bisa digolongkan sedikit. Ah, kelompok pemain rebana sebelah rumah bahkan diberinya lebih dari nominal satu bulan gaji =D Berbagai kelompok pengajian, diberi bantuan yang sama. Mungkin juga majelis-majelis lintas agama lain. Daaaaannn.. (bersiaplah untuk membaca ini), salah satu aksi yang dilakukan si Ibu di hari menjelang pemilihan adalah pergi dengan helikopternya, kemudian menjatuhkan uang ke seluruh penjuru kota dan Kabupaten. Iya, bagi-bagi duit dengan helikopter! Hahahaha. Saya kira kisah seperti ini cuma ada di TV atau sekedar bualan penulis cerita politik. Sedikitpun belum pernah kelintas, ini beneran dan terjadi di daerah saya -,-“ FYI, luas kabupaten ini tentu lebih luas dari Bogor. Berimajinasilah, kawan =D Tentang bagaimana beliau terbang di ketinggian rendah, kemudian menjatuh-hamburkan rupiah =D
Saya lupa bertanya ada berapa calon yang bertanding saat itu. Seharusnya saya jadi salah satu orang di daftar pemilih, tapi sayang saya lagi di Bogor. Jadilah melewatkan moment ini =)
Anyway, pemenangnya sudah ada, dan sekarang sedang menjabat.
Menyambung Pak Langit yang mendekam di tahanan, adalah karena beliau terbukti melakukan korupsi. Di saat yang sama, sang anak (Pak Mendung) gagal meneruskan tahta. Dan sang istri, harus masuk ke RSJ :’)
Lebih hebat dari cerita FTV, bukan? Haha, saya rasa kita lebih hebat mencari benang merah, dan mendapat pelajaran dari sebuah kisah.
Dan kawan, pulang kampung selalu menyenangkan =D
