Disini semuanya berawal. Sungguh terperanjat saat lewat jalan setapak menuju FPIK dari arah LSI. Daerah yang dulunya hijau luas, berubah coklat. Rata tanah. Padahal menurut salah satu dosen ahli, tanah di wilayah itu adalah tanah terpekat dengan tingkat kesuburan amat tinggi. Disusul dengan ‘penghancuran’ besar-besaran wilayah Fahutan. RK Dar tiba-tiba lenyap. Daerah sekitar Asri tiba-tiba gersang. Mahasiswi TPB berpayung ria lewat jalan itu. Bukan, bukan karena hujan. Tapi menghindari sengatan matahari yang rasanya langsung sampai ke kulit. Pemandangan yang ga pernah terjadi di jaman saya TPB dulu. Manalah ada orang payungan di sekitar jalan fahutan menuju Al Hur itu. Karena yang ada ya hanya pohon-pohon keren yang sangat enak buat jadi objek foto. Adem, dan berasa di luar negeri saat daunnya berguguran 🙂
Ah beruntungnya kami yang ‘sempat’ merasakan superhijaunya IPB.
Desain bangunan yang tak kalah hebat adalah LSI. Perpustakaan terbesar di IPB ini terancang gagah dan menjulang tinggi, dengan konsep bundar berkaca dan pemandangan danau di sisi kanannya. Disaat yang sama, lahan semakin menyempit.
Awal Tahun 2012
Pembangunan yang tak kalah mengejutkan adalah dibongkarnya ‘tanjakan maut’ menuju daerah Gym. Sampai sekarang saya belum tahu persis mau diapakan jalan itu. Satu-satunya hal yang meyakinkah sih, pembongkaran itu memakan biaya yang sangat tidak bisa digolongkan ‘sedikit’. Jalan besar beraspal yang kini berubah jadi gundukan tanah layaknya wilayah tertimpa longsor, entah jadi apa nantinya.
Ah, amat banyak. Terlalu banyak untuk bisa saya tuliskan seberapa berubahnya kampus ini dari kesan pertama yang disiratkannya. Bangunan-bangunan itu… beton-beton itu…
Teman-teman Fahutan pernah menyuarakan hal ini. Meski sampai sekarang saya masih belum mengerti sepenuhnya. Mengejar World Class University kah? Sementara masih banyak bangunan sepenglihatan saya yang benar-benar tak terurus dan tak layak pakai. Sebut saja H.REK, ruang tak berlampu, yang mungkin bisa dibilang kedap udara. Ah, tidakkah sebaiknya merenov yang sudah ada sebelum membangun yang baru?
Pembangunan adalah hal yang wajar dan perlu. Namun bijakkah membabat habis pohon-pohon baik itu, tanpa memberikan feed backnya untuk ‘mereka’?
Well, tak ada guna menyesali yang sudah lewat. Akhirnya, semoga keputusan membabat ‘mereka’ bisa ‘kami’ bayar dengan sesuatu yang layak. Entah prestasi, sumbangsih pemikiran untuk negeri, atau apapun itu bentuknya, semoga ‘pengorbanan’ pohon-pohon itu terbayar oleh kami 😥
Di sela-sela tulisan ini, saya cuma mau menitipkan doa.. Semoga dua, tiga, atau 10 tahun nanti, IPB-ku masih tetap menyisakan ‘pohon-pohon baik’ itu untuk tetap memberi ruang kepada dunia untuk bernafas :’)
STEVIA.
13/01/2012 : 00.02 WIB.
Bukan RKW mba, tp RKX.. Hehe….
Mantap betul… Setuju2… Sampe2 pohon2 yg biasa buat praktikum dendrologi berkurang…huh… Pulai aja yg ad d daerah proyek rasanya ga keliatan… Mengenaskan 😦
LikeLike
Haha.. Iya, maksudnya RKX, entah knp jd nulis RKW :p Hehe.. Maacih ya koreksinyaa..
Btw jgn anonim atuh.. Haha..
LikeLike
sedihnyoo baca tulisanmuuu 😦
LikeLike
Ayo kita bayar sama prestasi, tan 😀
LikeLike